Sistem Kekerabatan Di Minangkabau

Sistem Kekerabatan Di Minangkabau

 http://reyismyname.blogspot.com/2013/11/sistem-kekerabatan-di-minangkabau.html
Sistem Kekerabatan Di Minangkabau - Minangkabau adalah salah satu dari sekian banyak suku yang mendiami Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimana Minangkabau juga merupakan salah satu suku terunik di Indonesia bahkan di dunia jika dilihat dari sudut sistem kekerabatannya, kenapa tidak, minangkabau merupakan satu dari lima suku bangsa di dunia yang menganut Sistem Kekerabatan Matrilineal yang disebut juga dengan sistem kekerabatan yang turun dari ibu atau berdasarkan garis keturunan ibu.

Sistem kekerabatan inilah yang mengatur kehidupan turun temurun keluarga dalam suku Minangkabau, untuk lebih mengetahui hal tersebut secara mendalam pada postingan kali ini akan dibahas dasar kekeluargaan di dalam suku Minangkabau.

Dasar kekeluargaan dimulai di dalam rumah tangga. Ibu, yang dalam Minangkabau diberi julukan "Limpapeh Rumah Nan Gadang" dimana "limpapeh" berarti tonggak penopang dan "Rumah Gadang" berarti rumah tangga, jadi Ibu sebagai  "Limpapeh Rumah Nan Gadang " memiliki arti bahwa Ibu merupakan tiang keluarga, pendidik dan penguasa dalam rumah tangga. Oleh karena itulah Ibu dijadikan lambang keturunan dan bahwa anak bersuku ke suku ibu.

Suku dalam Minangkabau adalah tali darah orang yang "Saparuik" (satu keturunan Ibu), sebab itulah orang yang satu persukuan sangat dilarang kawin-mengawini. ibu sebagai "Amban Puruak" yang artinya sebagai Perbendaharaan atau kata lain Ibu menguasai harta benda kaum, mengatur penghidupan,dari hasil sawah-ladang dan ternak merupakan Pusaka Harta, sedangkan saudara laki-laki yang disebut "Tungganai" menyandang Pusaka Gelar.

Jalan menghubungkan kasih-sayang antara sesama mereka ialah dengan mengadakan harta serikat dalam tiap-tiap kaum, seperti hutan-tanah, sawah-ladang yang didapat secara turun temurun, Harta ini tidak boleh dibagi-bagi menjadi harta sendiri-sendiri. Harta kaum ini dijaga oleh Mamak Tungganai sebagai lelaki tertua dalam kaum dan harta ini disebut "Harato Pusako Tinggi" atau "Harato Tuo". dengan perantaraan seperti ini "harato pusako tinggi" tetap dalam tiap-tiap kaum menurut aliran ibu. biarpun seorang laki-laki pergi beristeri ke suku lain atau seorang perempuan bersuami, harata pusaka tetap tinggal dalam lingkungan turunan darah ibu tadi. dengan sama-sama bertanggung jawab atas harta bersama dan sama-sama menjaga "harato tuo", mereka merasa terikat dalam kaumnya secara pertalian darah dari aliran ibu, kasih sayang timbul antara sesama mereka sampai kepada keturunan mereka nantinya yang "sajari, Satampok, Sajangka:, sehingga sampai kepada sebuah suku yang diatur menurut adat.

Ikatan berkaum tidak berarti mengendurkan tali persaudaraan yang telah terjalin, malah akan saling memperkuat satu sama lainnya, bahwa Bapak cinta dan bertanggung jawab terhadap anaknya, bahwa harta Bapak pulang kepada anaknya, dan hal ini telah menjadi undang dengan sendirinya.

Inilah ikatan dua sepilin yang tidak memberi tempat untuk hidup bernafsi-nafsi, malah ikatan ini sampai melingkungi kampung dan Nagari, sebagaimana pepeatah adat:
                   
                          "Kaluak paku kacang balimbiang,
                          udang di Mangguang dilenggangkan,
                          bao manurun ka Saruaso,
                          tanam siriah jo ureknyo.
                          Anak dipangku kamanakan dibimbiang,
                          urang kampuang dipatenggangkan,
                          tenggang nagari jan binaso,
                          tenggang sarato jo Adatnyo"

Anak dan kemenakan adalah lambang kepentingan diri. dalam mengusahakan kepentingan ini korong kampung sebagai simbol orang banyak, di luar kepentingan diri, harus ditolong pada saat membutuhkan pertolongan. Menjadi kewajiban juga bagi kita menjaga agar ikatan bersama dalam Nagari jangan sampai rusak.

Lalu apakah rahasia yang terkandung dalam dasar tersebut di atas?
Bahwa dalam budaya Minagkabau sifat individualisme tidak berlaku sesuai dengan dalil:

                       "Rancak di awak, Katuju di urang"

Yang artinya bahwa segala sesuatu yang baik atau elok bagi kita hendaklah disukai pula oleh orang lain. Dalam prinsip ini tidak ada alternatif, tidak ada individualisme atau totaliterisme; yang harus diusahakan ialah imbangan antara keduanya.

Dalam hal inilah peran seorang mamak (laki-laki dalam suatu kaum) dalam suatu kaum menjadi pucuk pimpinan dalam mendidik serta mengarahkan "Dunsanak Kamanakan" menjadi lebih baik serta terhindar dari perpecahan.

Daftar Istilah:
  • Bundo Kanduang: Seorang Ibu dalam Rumah Gadang.
  • Mamak Tungganai: Saudara laki-laki tertua dari ibu.
  • Limpapeh: Tonggak atau penopang
  • Harato Tuo: Harta yang diturunkan dan tidak boleh dibagi-bagi menjadi milik perseorangan
  • Pusako Harta: Yang memiliki hak Harta Pusako dalam hal ini seorang perempuan
  • Pusako Gelar: Yang memiliki hak dalam gelar adat jika laki-laki tersebut telah beristeri
0 Komentar untuk "Sistem Kekerabatan Di Minangkabau"

back to top